KATA PENGANTAR

Novel ini ditulis hanya untuk mengungkapkan apa yang sedang dirasakan oleh penulis. Kumpulan emosi, dendam, kecerian, dan rasa cinta semua menyatu dalam hati penulis. Kata demi kata dirangkainya, demi sebuah tujuan, agar “seseorang tahu tentang isi hatinya yang sebenarnya.
Novel ini sengaja mengangkat sebuah cerita di masa depan, sebuah cerita di tahun 2052, dan penulis hanya mengadalkan imajinasinya untuk mencoba menebak sesuatu yang akan terjadi di masa depan. Dan sesuatu di masa kini, akan menjadi sebuah kenangan di novel ini.
Buat para penggemar novel, semoga novel ini bisa menjadi koleksi.
Surabaya, 10 Nov 2010

ART7X
penulis

KOTAK HITAM

Aku masih menatap buku ini, buku kakekku. Buku yang ia tulis sejak tahun 2008. Mungkin tepatnya buku harian itu pertama kali ditulis tanggal 16 Desember 2008, dan sekarang sudah tahun 2052. Berarti sudah 44 tahun buku ini tersimpan dalam kotak hitam itu, dan hanya Kakek yang mengetahuinya. Tak ada lainnya, mungkin, memang Kakek sengaja untuk merahasiakan isi dari buku ini. Untaian Syair, Lagu, dan Pengalaman-pengalaman bersama dia. Ya, Dia. Wanita dalam lukisan yang dipajang di dinding ruang keluarga. Dia, pasti!
Malam sudah datang, jam dinding menunjukkan pukul 18.30. Aku masih duduk di kursi, tempat dimana aku biasa merenung. Aku masih membaca halaman pertama,
12 Des 08

Hari ini, hanya aku yang mengerti, tentang kebahagiaan dan pengorbanan.
Kebahagiaan yang bisa aku ciptakan, walau hatiku menangis!
Pengorbanan dari seseorang yang tiada sempurna!

Hari ini ulang tahunnya, hari dimana seharusnya kebahagiaan menyelimuti hatinya! Namun yang kutahu, dia, berkata lain;
Ada seseorang yang ingin melamarnya, seseorang yang munkin lebih sempurna daripada diriku, dan aku tahu pasti itu;
Apa yang akan kau katakan jika kekasihmu bertanya seperti itu? Sedangkan sekarang ini, kamu hanyalah seorang pengangguran, seorang yang gak punya apa-apa lagi. Bisa dibilang dirimu adalah pengemis. Apa yang akan kau katakan?

Hhh, aku tahu, dia juga masih sayang padaku. Dan aku begitu sangat mencintainya! Tapi pantaskah seekor gagak mencintai merpati?
Mungkin benar kata pepatah, cinta emang gak harus memiliki. Mungkin hanya dengan mendegar Dia bahagia, cukup membuat hatimu tersenyum.

Aku mundur atas cintanya; walaupun begitu "Aku akan tetap mencintainya, walau sekarang dia bukan milikku lagi!"  Karna Cinta itu Indah!

Aku masih tertegun menatap tulisan itu. Siapakah yang disebut "Dia". Apakah ini alasan Kakek yang hingga saat ini belum memiliki seorang pendamping selama hidupnya? Padahal, umurnya sekarang sudah 63 tahun, Kakek masih tetap membujang. Tapi aku tidak pernah mempertanyakan hal itu sekalipun sama Kakek. Yang aku tahu, kesetiaan lah yang membuatnya seperti ini, hingga sekarang. Tapi apakah hal ini merupakan pilihan yang benar? Mencintai seseorang hingga akhir hayatnya, walau kenyataannya, dia bukan milikmu lagi, dan mungkin tidak akan pernah. Apakah kesetiaan bisa membuatmu bertahan?
Hhh, jam dinding kini berbunyi, menunjukkan pukul tujuh malam. Aku menutup buku itu, dan menaruhnya dalam laci meja belajarku. Aku menatap sesuatu, dia atas mejaku, ada sebuah kaset VCD, yang aku temukan bersama buku harian Kakek tadi siang di dalam kotak hitam itu.
Kaset itu sepertinya sudah lama tersimpan di kotak hitam itu. Mungkin sudah rusak pula, tapi aku coba buka dulu dengan laptop yang ada di depanku. Kubuka isinya, hanya berisi beberapa file lagu dengan format mp3 dan wmv. Aku pun semakin penasaran, aku buka lagu pertama yang berjudul Senandung Lirih. Aku lihat informasi filenya, dibuat pada tanggal 18 September 2010. Lagu ini merupakan lagu klasik, sudah 40 tahun yang lalu, ketika band-band seperti Ungu, Dewa, Hijau Daun, FM, dan band-band legendaris lainnya masih berjaya. Berarti lagu ini dibuat ketika Kakek berumur 20 tahun, ketika dia masih muda.
Aku menghayati setiap syair dan dentuman melody yang tersirat di dalamnya. Lagu yang berisikan cinta seseorang yang sudah mendarah daging terhadap kekasihnya. Lagu sendu buat orang patah hati, lagu ungkapan jiwa yang terlalu mencintai seseorang. Lagu kesetiaan? Ya, mungkin inilah ungkapan hati Kakek!!!
Tiba-tiba ada suara ketukan pintu bersamaan dengan seseorang yang memanggilku, "Dan, Dani, Sholat Isya' dulu Nak, sudah adzan!" Ternyata suara Kakek yang menghampiriku sebelum pergi ke mushola depan rumahku. Itu sudah kebiasaan Kakek. "Iya Kek, sebentar." Aku pun menutup laptop dan beranjak mengambil peci dan berangkat ke mushola bersama Kakek! Di perjalanan, aku melihat Kakek yang selalu tersenyum pada setiap orang yang ia temui, itulah kebiasaannya, tapi di balik semua itu, ada sesuatu yang lain, sesuatu yang mungkin sangat menyedihkan di balik senyum dan tawanya. Sesuatu yang tersimpan di Kotak Hitam itu, ya, itulah rahasia Kakek!!!

- *** -

Aku duduk di ranjangku seraya merangkul gitar keasayanganku. Mencoba memetiknya lirih, sambil mengingat-ingat lagu yang tadi aku putar. “Jreeng!” tes pertama keseimbangan dari masing-masing senar gitar! Lumayan! Aku teringat syair pertama lagu itu,. Aku mencoba mencari kunci gitar dari setiap baitnya, ku coba bernyanyi, lirih, takut terdengar oleh Kakek. Karena aku takkan punya jawaban jika Kakek sampai mempertanyakan lagu siapa ini.Sedikit demi sedikit aku mencoba menyanyikannya. Lumayan, karna sebenarnya aku tidak pandai main gitar, sebatas tahu akor Mayor dan Minor, apalagi menyanyi, kaya suara seng ditarik kuda, berantakan. Hmmm, G, D, Em, ya, terus… C & D! Ya, inilah kunci lagu bait pertama’“Saat kumemandang wajahmu, kumerasakan pancaran pesonamuLihatlah manisnya senyum di wajahmu, tak sadarkah dirimu begitu indah!
Bait pertama dan kedua sudah ketemu, sekarang tinggal bait ketiga, “Aku mencintaimu di seumur hidupku. Aku menyayangimu sampai di ujung waktuku!”. G, C, & D, Hmmm…
“Dengarkan aku bernyanyi, lagu ini untukmu, cinta… Memang semua salahku terlalu mencintai dirimu… Seandainya, kau bisa mengerti!”
D, G, Em – D, G, Em – C, D – Aku terdiam setelah menyanyikan bait yang ini! Lagu siapa ini? Itulah pertanyaan yang sampai sekarang masih muncul dalam otakku. Tak pernah kudengar lagu ini dalam koleksi lagu-lagu klasik yang aku simpan di laptopku. Kakek?
Tak lama berfikir, aku beranjak keluar kamar, dan duduk di sofa ruang keluarga yang letaknya pas di depan pintu kamarku. Aku duduk terdiam dan masih merangkul gitarku. Aku melihat sebuah lukisan seorang wanita berjilbab putih yang dipajang tepat di dinding, dengan background warna biru muda, lukisan itu mirip sekali dengan foto yang terselip dalam buku harian Kakek! Mirip sekali, memang sangat cantik, wajahnya seperti wanita yang sangat sholeha. Apakah lukisan itu yang kakek sebut Dia pada halaman pertama buku itu?
Aku tersadar dari lamunam setelah seseorang dari arah kiri menyapaku, “Ada apa Dan?”. Aku pun kaget, ternyata kakek sedang berdiri di sebelah kiriku sambil mengernyitkan dahinya, menatapku, kemudian memandang lukisan itu! “Nggak ada apa-apa, Kek! Cuma liat lukisan itu. Bagus banget, Kek!” jawabku mencari alasan. Kakek hanya tersenyum kecil kemudian duduk tepat di sampingku! Ia menarik nafas panjang, kemudian dikeluarkan lewat hidung. Dia menatapku kembali tanpa makna, kemudian mengambil rokok yang ada di saku bajunya dan menghisapnya!
Aku masih terdiam, tak berfikir lama, kulantunkan saja gitarku, tetapi tanpa sadar, ku petik gitar dengan kunci lagu yang barusan aku pelajari, walau tanpa syair, tapi model petikan senar gitarnya sama. “Lagunya siapa Dan?”, Tanya Kakek sesaat setelah mendegar lantunan gitarku. “Aduh, aku lupa, kenapa aku melantunkan lagu ini?”, pikirku kebingunan mau jawab apa. “Emm, anu Kek, lagunya Mitos, band yang baru naik daun, Kek!”, jawabku sambil tersenyum kecil agak malu. “Mmmm…”, kata Kakek sambil menghisap rokoknya kembali! Tapi aku masih agak gemetar, aku yakin Kakek ingat betul dengan kunci dan model petikan senar gitar yang aku lantunkan barusan. Apakah sebegitu dalamnya lagu itu dengan perasaan Kakek saat itu, hingga teringat sampai sekarang. Karena biasanya Kakek tidak pernah mempertanyakan lagu siapa yang aku lantunkan. Aku semakin penasaran dengan lagu ini. Apa hubungannya lagu ini dengan buku harian Kakek? Apakah keduanya mempunyai hubungan dengan masa lalu Kakek yang menurutku sangat misterius?
 “Mau kopi?”,tanya Kakek kepadaku sambil membuang puntung rokok yang sudah habis. “Iya, jangan manis-manis, Kek!”, jawabku agak terkaget dari lamunan sebentar. Kemudian Kakek berjalan ke dapur dan aku terdiam.

SEIGO VECEL

Mentari pagi mulai bersinar, pagi yang indah. Semua terasa segar ketika kukeluar menatap puluhan bunga tertata rapi di halaman  samping rumahku. Tak kulepas pula pandanganku pada seseorang – kakekku – sudah kebiasaannya setiap pagi menyiram dan merapikan pekarangan bunga itu. Dia membawa gunting rumput dan selang pompa air, tak ketinggalan asap rokok yang selalu mengepul. Itulah kebiasannya.
Sekarang masih pukul  05.00, masih lumayan lama untuk bersantai di rumah, tapi hari ini aku harus berangkat sekolah agak pagi, ada pertemuan sebentar dengan tim belajarku. Makanya, tak bisa berlama-lama di rumah.
Aku masuk lagi ke kamarku, mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi. Aku buka pintu kamar mandi yang terbuat dari PVC berwarna coklat tua, hhhh, benar-benar indah ruangan ini. Mungkin sudah di desain khusus oleh kakekku sehingga tampak indah dan asri saat aku memasukinya. Ruangan dengan luas 3 x 4 meter persegi yang berdinding keramik warna putih agak kekuning-kuningan bermotif garis horizontal tampak indah kalau di lihat di pagi hari. Ada lukisan impresionis pada dinding sebelah kiri. Di samping kanan ada meja washtafel berukuran 1.5 x 0.8 m, dindingnya tertempel cermin yang tingginya hampir mencapai plafond. Ada pot bunga di atas meja washtafel, bunga mawar yang selalu menghisai pot itu, kakek selalu menggantinya setiap hari. Di sebelah pojok,kiri  ada shower yang tertutup kaca bening dan dindingnya di selimuti batu alam andhesit berwarna hitam. Di samping kanannya ada kloset duduk sekalian dengan hand showernya. Sedangkan plafond, ada dua bagian, sebalah kanan terbuat dari gypsum dengan cat putih mulus, dan sebelah kiri terbuat dari kayu yang ditata berjanjar, sedangkan atap di atas plafond kayu itu terbuat dari kaca warna biru muda, jadi memungkinkan sinar matahari masuk ke ruangan itu walau cuma sebagian.
Kakekku dulunya memang seorang arsitek, jadi dia tahu betul bagaimana membuat ruangan menjadi nyaman. Penataan ventilasi, pencahayaan, semuanya sudah di rancang sebelum rumah ini di bangun. Kakek mendesain sendiri rumah ini, walau hanya satu lantai, tapi desain eksterior maupun interior terasa sedap di pandang mata.
“Dan, jadi mandi gak? Dari tadi bengong di pintu?” aku terkaget saat kakek menyapaku, ternyata dia sudah selesai menyiram dan merapikan bunga, tapi aku hanya tersenyum kecil tanpa menjawab. Aku pun beranjak mandi.
Semua perlengkapan sudah siap, tidak ada yang kelupaaan. Aku pun keluar kamar dengan seragam putih – abu-abu. Beranjak ke ruang makan, disitu sudah tersedia roti dan coklat di sampingnya, makannan kesukaanku. Teh hangat juga sudah di siapkan oleh kakek.
“Sudah sarapan, Kek?” tanyaku pada kakek yang sudah dari tadi duduk disitu sambil menghisap rokok. “Sudah Dan! Tumben kamu berangkat pagi?” jawabnya sambil bertanya. “Iya kek, hari ini ada persiapan buat pelajatan matematika dengan tim belajarku, makanya, hari ini aku harus berangkat lebih pagi” sahutku sambil mengunyah roti campur coklat. Kakek hanya tersenyum kecil kemudian menghisap rokoknya lagi.
“Ya udah kek, Dani berangkat dulu, keburu telat!” kataku setelah selesai sarapan. “Iya, ada yang ketinggalan gak?” sahut kakek sambil bertanya. “Emmm…!” aku berfikir sejenak, “Enggak Kek, semua sudah lengkap! Haha!” terusku sambil tertawa kecil. “Ya udah, hati-hati!”. “Siap kek…!” aku pun segera berangkat ke sekolah yang berjarak sekitar lima ratus meter dari rumahku.

* * *

Aku berjalan di teras sekolahan. Suasana belum terlalu ramai, karena sekarang masih jam 06.00 pagi. Mentari tertutup mendung putih, hawanya agak dingin. Angin kecil semilir menerpa dedaunan dan terkadang sedikit menggerakkan bendera merah putih pada tiang setinggi delapan meter di halaman depan sekolahku. Aku terus berjalan menuju ruangan kelasku sambil bernyanyi kecil.
Sampailah aku di ruangan kelas, disitu hanya ada tiga orang, Jefri, Izza, dan Sinyo. Mereka adalah tim belajarku, sebenarnya anggotanya ada enam orang, tapi dua anggota lainnya belum datang – dimas dan rahmi -. Yah, memang sudah kebiasaan mereka berdua datang telat. Dan kami tidak pernah menyalahkan satu sama lain.
Kami adalah satu tim, walaupun kami termasuk tim dengan level terendah dari kelima tim rival di kelas kami, tapi persahabatan kami sangat erat, sudah seperti saudara sendiri, bagaimana tidak, sejak kelas satu, hingga sekarang, kami adalah tim yang kompak, tim yang selalu membuat hal-hal aneh. Inilah tim kami – SEIGO VECEL – nama ini adalah buah karya dari ide si otak udang, Jefri, nama tim kami memang sangat aneh, terkadang ditertawakan oleh tim lain, beda jauh jika dibandingkan dengan nama tim-tim lainnya, EIDO, tim yang diketuai oleh Edo Guantea, anak paling kaya di sekolah ini, FT, Female Team, tim ini diketuai oleh Fitri Falancia, dan semua anggotanya wanita, D’EINSTEINS, tim terbaik di kelas kami, anggotanya memang anak-anak dengan otak jenius, para kutu buku, jadi tidak aneh jika tim ini merupakan tim unggulan kelas kami. STAIR, sebuah tim dengan anggota para pemain basket, tapi aku juga belum tahu kenapa dinamakan stair, apa hubungannya stair dengan olahraga? Dan yang terakhir MUTAN, tim yang anggotanya anak-anak gaul, dipimpin oleh Bagas, sang rocker di kelas kami. Mereka juga mempunyai band, yang dinamakan Mutan pula.
Kami berenam mempunyai kebiasaan yang berbeda. Jefri, sang ketua tim, dia pandai berbicara, tapi agak sulit berfikir, sukanya bercanda, mungkin ketua cuma jabatannya, karena kebanyakan yang mengurusi tugas kami adalah Izza, gadis cantik berkacamata. Izza lah yang selalu mengurusi segala kebutuhan tim. Ya, aku tahu, mungkin Izza juga mengerti bahwa Jefri tidak akan mampu untuk menjalankan tugasnya sebagai ketua sendirian. Itu lah persahabatan.
Sinyo, wajahnya lucu, hobinya main musik, terutama instrumen gitar, aku pun bisa sedikit bermain gitar karena belajar darinya. Dia adalah pacarnya Izza, mereka pacaran sejak SMP, hingga sekarang. Sedangkan Dimas dan Rahmi, sepasang kekasih yang selalu bertengkar gara-gara masalah kecil. Tidak tahu apa yang mereka lakukan di rumah, setiap pagi mereka selalu datang terlambat. Akibatnya, tim kami juga telat untuk mengikuti F2F alias Face to Face. Ya, F2F adalah sistem pembelajaran dimana setiap tim menemui pembimbingnya masing-masing di sebuah ruangan kecil sekitar 3 x 4 meter. Jika dalam satu kelas ada 36 murid, dan terbagi menjadi 6 tim, maka dalam satu kali mata pelajaran ada enam ruangan F2F untuk satu kelas. Sistem ini merupakan sistem pembelajaran baru. Sebenarnya F2F adalah anak sistem dari Sistem Pembelajaran MTMF (My Teacher is My Friend) yang dikenalkan oleh profesor asal Indonesia – Prof. A. Bolotio – pada tahun 2025, tetapi baru diterapkan di sekolah-sekolah negeri sejak tahun 2030 hingga sekarang. Itulah sebabnya, jika sepasang kekasih ini telat lagi, tepaksa kami ikut telat, sebab pembimbing tidak mengijinkan suatu tim untuk masuk ruangan F2F jika anggotanya tidak lengkap.
“Mereka telat lagi ya?” tanyaku pada tiga sekawan di depanku. “Biasa…!” jawab Izza sambil mengernyitkan dahinya. “Iya, mereka berdua berangkat ke sekolah kan naik kereta!” sahut Jefri sambil tersenyum. “Masa sih?” tanya Izza yang terlihat lugu. “Iya naik kereta, terus keretanya bannya kempes, dan sekarang masih nambal itu ban, haha…!” Sinyo ikut menyahut sambil tertawa keras. Jefri pun ikut tertawa, Izza tampak sedikit marah melihat tingkah laku mereka berdua. Aku hanya tersenyum kecil melihat tingkah mereka yang tiada berubah.
Aku duduk di samping Izza dan menaruh tas di atas meja. “Sudah siap semua materinya Za?” tanyaku sambil melihat-lihat lembaran kertas yang sejak aku datang sudah ada di meja. “Siip… bos!” sahutnya sambil tersenyum kecil, sedangkan Jefri dan Sinyo mulai membaca materi-materi dalam lembaran itu. “Bagaimana dengan pertanyaan-pertanyaa yang akan diajukan?” sambungku memastikan semuanya sudah siap. “Pastinya dong!” jawab Izza kemudian mengambil dua lembar kertas dari tasnya yang berwarna oranye. “Ini…!” terusnya sambil menyerahkan kertas itu padaku. “Oke…! Aku juga udah sedikit ngerti tentang materi ini, ya baca-baca dikit!” kataku sambil melihat dua lembar kertas yang sudah berisi pertanyaan Izza, Jefri, dan Sinyo, tinggal aku, Dimas, dan Rahmi yang belum mengisi. Memang begitulah sistem pembelajaran F2F. Setiap tim wajib mengangkat sebuah materi yang sudah di tentukan oleh pembimbing sebelumnya, selain itu, setiap tim diwajibkan mengisi form pertanyaan yang berisi pertanyaan-pertanyaan dari masing-masing anggota tim. Dengan cara ini, semua pertanyaan bisa dipesiapkan sebelumnya dan akan lebih mudah bagi pembimbing untuk memahaminya. Sistem F2F adalah sistem Inti dari Sistem Pembelajaran MTMF, karena dengan tatap muka, pembimbing berada tepat di hadapan murid, suasana akan terasa berbeda, pembimbing kita akan terasa seperti teman belajar kita sendiri. Memang, F2F hanya di peruntukkan untuk beberapa mata pelajaran saja, seperti Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Fisika, Geologi, Biologi, Ekomomi, Sosiologi, Geografi, dan Sejarah, sedangkan pelajaran lainnya tetap menggunakan Sistem Pembelajaran Bersama.
Tiba-tiba terdengar suara pintu di ketuk! “Tok tok, hi guys!” kami menengok ke pintu kelas, terlihat Rahmi menyapa sambil mengetuk pintu! Tak ketinggalan pacarnya, Dimas segera menyusul di belakangnya. “Kenapa Ja, ban keretanya kempes ya? Haha…”, sahut Jefri sambil tertawa. Ja adalah sapaan untuk Rahmi, memang anak itu sangat manja, makanya terkadang kami memanggilnya dengan julukan si Manja atau Mija, Rahmi Manja. “Enak aja… emang aku naik kereta!” jawab Rahmi agak sinis! Namun Jefri dan Sinyo malah tertawa. “Udah-udah, kalian ini bertengkar mulu, Dimas, Rahmi, sini cepetan gabung, sebentar lagi bel bunyi!” kataku menengahi perbincangan mereka. “Oke dah!” sahut Rahmi sambil menarik tangan Dimas dengan sedikit berlenggang dan ikut bergabung bersama kami.
Tim kami sudah lengkap, dan siap untuk megikuti pelajaran Pak Hari, pembimbing Matematika yang terkenal sangat galak. Dia memang sangat perfectionist, dia tak mau ada sedikit pun kesalahan dari murid untuk mata pelajaran yang ia bawakan. Kata yang selalu dia katakan “Salah satu dari sepuluh soal, sama saja kalian masih bodoh!”. Kelebihan pak Hari adalah setiap ujian matematika, murid boleh melihat rangkuman mereka masing-masing, berbeda dengan pelajaran lain dimana waktu ujian harus menutup buku. Tetapi yang ditakuti anak-anak adalah nilai 10 untuk angka kelulusan pelajaran ini!
Oke the SV, maju…! Chayo…

PERTANYAAN


Jam mejaku berbunyi, aku terbangun dari istirahat siangku. Masih agak ngantuk, kucoba meraih jam kecil berbentuk bulat untuk mematikan alarmnya. “Hhhhh…!” sudah jam dua siang, saatnya bangun. Aku melihat sekitar, sinar matahari menembus jendela kamarku yang terbuat dari kaca bening. Hari ini agak berbeda, matahari sangat cerah, biasanya jam segini mendung hitam sudah mulai menutupi langit. Memang, sekarang musim hujan atau pun musim kemarau tiada beda lagi, sejak pemanasan global melanda dunia, iklim di bumi berubah drastis. Tentu kita juga tak tahu harus menyalahkan siapa, tapi yang jelas, ini ulah manusia.
Aku beranjak dari tempat tidur dan berjalan ke dapur. Kuminum segelas air putih lalu beranjak ke meja washatafel untuk mencuci muka. Aku terdiam sejenak waktu becermin, kemudian berkata dalam hati, “Siapa orang tuaku?”, kata itu selalu terlontar di benakku. Aku seperti anak yang tak tahu dan tak pernah kenal akan orang tuanya. Seorang anak yang di temukan di bak sampah oleh seorang kakek tua, dia merawatku, membesarkanku, mendidikku hingga sekarang. Padahal tak ada sedikit pun hubungan darah antara aku dan dia – kakekku –. Entah apa yang bisa aku ucapkan untukmu kakek, yang aku tahu, ribuan terima kasih terucap dari hatiku. Hanya kakek lah satu-satunya keluarga yang kumiliki.
Tak berselang lama, aku kembali ke kamarku. Aku duduk, menarik nafas agak panjang, kemudian kubuka laci tempat dimana aku menaruh buku kakek. Kubuka lagi buku itu, kulihat foto wanita berjilbab putih itu kembali. Kuperhatikan foto itu, aku tak berfikir apa-apa. Aku pun membuka halaman kedua buku itu. Disitu tertulis tanggal 01 Januari 2009. Sepertinya ungkapan hati kakek pada tanggal itu,
01 Januari 09

Pantai indah malam ini, sorot-sorot lampu kecil, di kafe-kafe kecil
Puluhan pasangan beradu cinta di bebatuan pinggir pantai, angin dingin sedikit menyentak

Suara kembang api mulai terdengar, semua menhambur ingin melihatnya, tapi aku tetap terdiam, duduk di atas batu besar, di tempat remang.
Aku tak tahu, saat ini, aku bahagia atau menangis, aku hanya melihat bayangan kecil, sesosok wanita yang tidak asing di mataku tersenyum brsama ombak pantai kecil yang menghantam karang. Aku tersenyum kecil, sedangkan hatiku menangis keras
Hati yang sepi di tempat ramai, dan menangis di antara mereka yang tertawa
Aku sadar. Semua benar-benar hilang, bagai debu! Hanya ombak, karang, dan angin yang mencoba menghiburku.
Tapi aku tetap tersenyum, walau hati sedikit menangis. Dan mungkin kan selalu begitu!

Ini di tulis tepat pada awal tahun baru 2009. Pada halaman pertama tertulis bahwa kakek putus dengan Dia pada tanggal 16 Desember 2008. Berarti 15 hari setelah kakek putus, kakek benar-benar kehilangan wanita itu. Semua benar-benar hilang, bagai debu. Hanya ombak, karang, dan angin yang mencoba menghiburku. Yah, pada awal tahun baru itu, kakek benar-benar merasakan kepedihan yang begitu dalam atas kekasihnya yang hilang. Aku sedikit mengerti perasaanya saat itu, bagaimana tidak menyakitkan ketika kamu melihat orang-orang tertawa, bersorak sorai menyambut tahun baru, kamu hanya terdiam bisu di atas batu besar di pinggir pantai, dan dalam otakmu hanya ada bayangan seseorang yang kamu harapkan ada di sampingmu saat itu, tapi dia tiada.
Aku tutup buku itu, kupejamkan mataku sejenak. Kembali kutarik nafas panjang lalu kuhempaskan. Pandanganku sekarang tertuju pada sebuah foto pada dinding tepat di depanku. Dalam foto itu aku melihat senyum kakek ketika menggendongku, foto itu di ambil waktu aku masih berumur lima tahun. Benar-benar berbeda, antara senyum kakek pada foto itu dengan isi dari tulisan kakek yang barusan aku baca. Dalam foto itu, aku hanya melihat pancaran kebahagiaan dari senyumnya, tapi jika diteliti agak jauh, pandangan mata kakek dalam foto itu, terasa tiada makna. Mungkinkah benar kata-kata kakek yang terakhir aku baca, “Tapi aku tetap tersenyum, walau hati sedikit menangis. Dan mungkin kan slalu begitu!” benar-benar ia rasakan hingga sekarang? Hhhh… belum bisa aku ambil kesimpulan. Pikiranku terpecahkan sesaat setelah kurasakan perutku memanggil-manggil tanda lapar. Kumasukkan lagi buku itu ke dalam laci, aku pun menuju dapur untuk makan siang.

* * *

Aku duduk di teras depan rumah. Ku genjreng gitarku, kunyanyikan sebuah lagu milik The Coffee. Lagu ini cukup terkenal dengan kata-katanya yang sangat menyentuh hati. “Mungkinkah semua kata dan upaya dalam hati telah kau bunuh dalam-dalam, Luka… dan Luka… itu yang terjadi. Belum puaskah kau memelukku lalu kau tusukkan belati tajam di ruang hatiku…” suaraku agak fals, tapi aku berlagak tak acuh, karena memang aku juga bukan penyanyi, wajar kalau fals. Suara gitarku terdengar keras, mungkin juga terdengar dari jalan yang berjarak sekitar sepuluh meter dari rumahku.
Aku teringat pada seseorang, seseorang yang selama ini hadir dalam mimpiku. Seseorang yang ketika aku melihatnya, aku merasa jatuh ke lubang dalam tanpa dasar. Seseorang yang bisa buatku nyaman saat melihatnya, buatku tertegun saat memandangnya, dan buatku tersenyum saat mengingatnya. Fitri, ya Fitri Falencia, ketua dari Female Team. Dialah gadis yang selama ini muncul dalam mimpiku. Dialah gadis pujaan dimana aku merasakan hal berbeda ketika aku berhadapan dengannya. Tapi sayang, jika sudah menyangkut perasaan, pikiranku menemui jalan buntu, seperti tersesat di tengah padang gersang. Karna cinta itu masih sesuatu yang misteri buat diriku.
Ku genjreng gitarku kembali. Dengan suaraku yang khas, suara yang agak-agak mirip dengan penyanyi legendaris jaman dulu, penyanyi pada era tahun 20-an, Charly ST12. Walaupun sekarang dia sudah tua, tapi jiwa musiknya sungguh sangat luar biasa, memang, dia tidak lagi naik panggung seperti waktu mudanya, tapi dia menghabiskan waktu senjanya dengan menciptakan banyak lagu. Itulah kelebihan komponis & musisi yang satu ini.
“Whoooee…!” aku terkaget saat seseorang berteriak keras dari sampingku sambil menepuk bahu kananku. Aku tersadar, “Hah, ngagetin aja Jep,, kapan datang? Gak keliatan kaya setan!” kataku sambil ketawa agak nyindir. “Bukannya gak keliatan, dirimu yang terlalu banyak ngelamun, sambil gitar lagi, suaranya itu lho, hhh… bikin telinga bocor! Haha…!” dia sedikit serius, tapi akhirnya bercanda lagi. “Enak aja… “ aku terdiam sejenak, kemudian kuteruskan, “Emmm, tumben kesini Jep, ada apaan ni? Pinjem duit lagi?” tapi yang ini agak menyindir. Tapi dia Cuma tertawa kecil lalu berjalan ke arah kiriku, kemudian menjatuhkan dirinya di atas kursi samping kiriku. “Payah…” kataku meneruskan
“Ada duit seratus gak? Pinjem bentar dong, tar malem Aidah ngajak pergi ni! Kantong kosong pula!” sahutnya sambil sedikit meminta. Ya, aku sudah menebak dari awal, karena Jefri nggak mungkin datang ke rumahku tanpa sebuah tujuan, ya inilah tujuan dia biasanya – pinjem duit –. Aidah adalah pacarnya, dia dari sekolah yang sama dengan sekolah kami, cuma beda kelas. Aku ketawa agak keras, “Payah banget lo Jep…! Punya cewek gak punya modal, haduwwww…!” jawabku sambil menggelengkan kepala. “Ya… pliiisss…!” terusnya dia agak memelas. “Iya iya, nyantai aja, masih tar malem kan?” dia hanya mengangguk, “Masih lama, nyantai aja dulu!” terusku. “Tapi ada kan duitnya?” dia meminta kepastian. “Emmm, nanti aku pinjemin ke bank..” kataku sambil ketawa keras. Dia memukulku dengan tangannya, dan kami pun tertawa bersama memecahkan keheningan. Dia merebut gitar dari tanganku, kemudian menggenjreng dengan kerasnya, bernyanyi dengan suara keras tanpa nada, seakan tak peduli suaranya itu menghibur orang lain atau malah mengganggu telinga orang yang mendengarnya. Aku cuma bisa menggelengkan kepala dan ketawa kecil.